RADARSEMARANG.COM, Istilah hacker atau hackin selalu berkonotasi negatif yang merugikan orang lain atau objek yang diretas. Namun kegiatan hacking atau meretas jaringan dapat dimanfaatkan menjadi kegiatan positif.
Seperti yang dilakukan Abdullah Mudzakir. Pemuda 18 tahun asal Dusun Karangbolo, Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat ini berhasil mendapatkan apresiasi dari Google sebesar USD 5000 atau setara dengan Rp 76 juta berkat keahliannya meretas.
NURFAIK NA’BAN, Ungaran, Radar Semarang
Abdullah Mudzakir saat ini duduk di bangku kelas XII jurusan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) SMK Negeri 8 Semarang. Namanya viral setelah mendapatkan hadiah dari Google sebesar USD 5000 setelah menemukan bug atau celah rentan dalam sistem Google.
Mudzakir mengeklaim bug yang ditemukannya ini merupakan salah satu yang cukup langka. Artinya, bug tersebut jarang ditemukan oleh bug hunter (pemburu celah keamanan) lain.
Saat ditemui di rumahnya, Mudzakir menceritakan pengalamannya di dunia hacker tersebut. Awalnya, ia tidak memiliki passion dalam hal komputer atau programming. Namun pada saat masih duduk di bangku SD, ia selalu bermain di warnet menjadikannya tertarik di dunia komputer.
Mudzakir sempat vakum bermain komputer dan fokus ke pendidikan. Akhirnya, pada saat SMP, ia berpikir bagaimana harus keluar dari zona nyamannya dan terjun mencoba ke dunia IT. Kebetulan sang kakak yang saat itu bersekolah di SMK NU Ungaran memerlukan laptop untuk ujian akhirnya.
“Setelah ujian akhir, laptopnya pun tidak dipakai lagi. Daripada tidak dipakai, saya pinjam dan pertama kali juga hanya buat main game dan juga buka browser, “ ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Di saat bermain dan menjelajahi browser, ia menemukan grup IT dari Facebook yang membuatnya tertarik untuk mengikutinya. Setelah beberapa waktu mengikuti grup tersebut, ia mengetahui dan belajar untuk pertama kalinya tentang programming dan coding. Namun tidak lama memperlajari coding, ia merasa tidak cocok dan belajar hal yang lainnya.
“Saya dapat grup IT lagi di Facebook, tapi isinya orang-orang yang nampilin hasil hacking-nya di website-website. Terus belajar tentang hal itu, dan berpikir dari skill hacking tersebut yang menghasilkan uang itu apa?” ujarnya.
Akhirnya, ia menemukan sebuah bug bounty. Di mana perusahaan-perusahaan membuka sayembara untuk seluruh hacker yang bisa melakukan hacking dan menemukan bug di dalamnya. Jika berhasil menemukan bug dari website perusahaan tersebut, nanti akan mendapatkan imbalan.
Selama enam bulan sembari belajar, Mudzakir mencari perusahaan mana yang membuka bug bounty tersebut. Namun belum membuahkan hasil. Pada akhirnya ia mendapatkan sebuah website Pemerintah Jawa Tengah untuk diretasnya.
“Kemudian saya diajak orang Kominfo Jawa Tengah untuk bertemu dengan orang-orang di dalamnya, dan juga diarahin untuk menggunakan skill hacking dengan baik. Itu pertama kali saya diapresiasi mendapatkan hadiah uang ratusan ribu rupiah,” ceritanya.
Setelah mengetahui alur bug bounty seperti apa dan bisa menghasilkan uang, ia pun mencoba terus mencari. Ia mendapatkan website dua perusahaan dari Indonesia yang rentan untuk diretas. Berkat laporannya itu, ia mendapatkan hadiah masing-masing Rp 1 juta. Dari pencapaian tersebut, ia terus mencoba hingga ke luar negeri.
“Itu saya lakukan sejak kelas 3 SMP. Dan hasilnya juga lumayan besar. Minimal USD 500 yang bisa didapatkan kalau laporan kita diterima,” tuturnya.
Mudzakir semakin tertantang dengan mencoba meretas untuk mencari bug yang ada di Google. Percobaan pertama selalu ditolak setiap laporan yang dikirimkan ke pihak Google. Setelah beberapa kali percobaan, ia pun menemukan sebuah bug yang tidak biasa. Namun laporan yang dikirim, masih ditolak oleh Google.
“Sempat kita debat sampai beberapa hari, akhirnya diterima laporan yang saya kirimkan. Nemu bug-nya di tahun 2020, dan laporan diterima awal tahun 2021. Saya dikasih reward USD 5.000 beserta hall of fame,” ujarnya.
Setelah menemukan bug atau kerentanan sistem, Mudzakir tercatat pada peringkat 367 dunia dalam Google Bug Hunter. Itu menurutnya hasil dari melakukan peretasan yang tidak sembarangan. Ia menegasakan, dalam peretasan tersebut bukan untuk menguasai website ataupun aplikasi tersebut, melainkan hanya untuk menemukan bug yang ada.
“Kira-kira dalam empat tahun ini, banyak website yang sudah saya temukan kerentanannya. Bahkan ada pengalaman, saya hampir dilaporkan ke polisi karena meretas situs tanpa izin,” ceritanya.
Namun tidak semua perusahaan membukan bug bounty tersebut. Sehingga peretasan yang dilakukan Mudzakir saat itu termasuk ilegal dan bisa dikenakan pasal perlindungan data pribadi.
Ia bermaksud menemukan bug dan melaporkan ke perusahaan tersebut agar melakukan perbaikan. Namun yang ia lakukan tanpa persetujuan dari perusahaan tersebut.
Setelah kejadian itu, ia mencari perusahaan yang membuka bug bounty, terutama pada perusahaan luar negeri. Ia sempat meretas website sebuah bank di Timur Tengah, dan mendapatkan uang sebesar USD 4.500 sebagai penghargaan karena sudah menemukan kerentanan pada website bank tersebut.
“Sekarang saya lebih memilih perusahaan dari luar negeri. Karena lebih aman dan reward yang diberikan juga lumayan besar,” katanya.
Meski masih berstatus sebagai pelajar, berkat keahliannya itu, Mudzakir sudah bekerja untuk perusahaan yang menyediakan pelayanan sistem keamanan (security system) di Jakarta. Ia masuk dalam divisi pengecekan kerawanan website atau aplikasi.
“Tugasnya melakukan pengecekan atau peretasan sistem. Kalau ada kerentanan, kita laporkan ke divisi maintenance untuk diperbaiki. Kalau untuk bug hunter dan bug bounty juga masih jalan, Mas. Itu hitungannya freelance aja,” ungkapnya.
Mudzakir membeberkan, saat ini rata-rata penghasilannya mencapai Rp 10 juta per bulan. Sebab, ia masih mengerjakan pekerjaan tersebut di sela-sela waktu sekolahnya.
“Kalau mau langsung dapet banyak uang bisa, Mas. Hacker yang hitam itu ambil data atau sedot rekening. Tapi saya memilih yang halal aja, Mas,” ucapnya.
Atas prestasi Mudzakir, Kepala SMK Negeri 8 Kota Semarang Harti mengaku bangga dengan capaian anak didiknya. Terutama, prestasi terakhirnya sudah mencapai skala internasional.
Ia mengatakan, Mudzakir adalah siswa yang punya banyak bakat dan menjadi panutan bagi siswa lainnya.
“Anak ini multitalenta, karena Mudzakir juga aktif di kegiatan religi. Jadi pemain inti hadroh sebagai vokalis, lalu tahfidz juga masuk, pernah ikut beberapa lomba lainnya. Memang santun anaknya, maka kami jadikan ikonnya siswa,” katanya.
Pihak sekolah juga mendukung Mudzakir dalam menjalankan pekerjaannya. Dukungan itu berupa kebebasan tugas dan tuntutan bagi siswa berprestasi seperti Mudzakir.
“Sistem sekolah saat ini sudah mencakup kecakapan abad 21. Kami juga fleksibel, anak-anak bisa belajar di rumah. Sehingga anak-anak spesial macam ini tidak terbelenggu dengan tugas yang sebetulnya tidak dibutuhkan. Sehingga, dia bisa besar dan berkembang di bidangnya,” jelas Harti. (*/aro)