RADARSEMARANG.COM, Lurah Bulusan Rukayah SE punya background prestasi yang membanggakan, sehingga Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, mengangkatnya menjadi aparatur sipil negara (ASN) lewat jalur olahraga.
ISKANDAR, Radar Semarang
ASALNYA sangat ndeso. Tepatnya, di Dukuh Ngodo, Desa Semanggi, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. Wilayah antardukuh dikelilingi hutan jati. Tahun 1990-an, Dukuh Ngodo dan sekitarnya masih gelap gulita. Listrik belum masuk ke wilayah itu.
“Kalau sampeyan tahu Kampung Samin, lha asal saya masih masuk lagi, pelosok, di Ngodo,” tutur Rukayah yang pada 26 Oktober 2021 lalu, baru dilantik menjadi Lurah Bulusan, Kecamatan Tembalang oleh Wali Kota Semarang Dr H Hendrar Prihadi SE MM kepada RADARSEMARANG.COM.
Terlahir sebagai anak pelosok, toh semangat belajar Rukayah kecil, sangat menggebu-gebu. Hasilnya, ia perempuan pertama asal Ngodo yang berhasil melanjutkan sekolah hingga ke jenjang SMA.
“Biasanya, setelah lulus SD, perempuan di sana ya langsung menikah,” kata istri dari Thohir Hakam, yang berprofesi sebagai guru SD.
Masyarakat di dusun-dusun di wilayah Desa Semanggi, Jepon, sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani maupun buruh tani. Kemiskinan menjadi keseharian Rukayah.
“Ibu-bapak saya orang tidak punya,” ucapnya.
Toh, prestasi akademik Rukayah yang moncer, membuat ia diterima belajar di SMA Muhammadiyah 1 Blora. Padahal jarak antara sekolah dan rumahnya di Ngodo cukup jauh, sekitar 14 kilometer.
“Kalau naik sepeda, harus naik turun gunung. Belum lagi, jalan yang 4 km, masih makadam,” kenang ibu dari Rahmania Rukhma, mahasiswi semester akhir Undip Semarang ini.
Karena itu, oleh ibu-bapaknya, Rukayah dititipkan ke sang nenek, yang rumahnya di dekat kota. Di sinilah Rukayah yang masih berstatus pelajar SMA mulai mengenal cabor (cabang olahraga) angkat besi. Kebetulan, letak SMA Muhammadiyah 1 berdekatan dengan sasana angkat besi khusus perempuan di Blora.
“Saya masuk SMA tahun 1992,” kata Rukayah yang mengawali kariernya sebagai ASN di Bagian Kepegawaian Pemkot Semarang.
Anjairil, guru olahraga SMA-nya, melihat bakat Rukayah di atas rata-rata siswa dalam berolahraga. Rukayah aktif di ekskul voli sekolah. Rukayah juga pernah diikutkan lomba lintas alam. Meski perempuan, fisik Rukayah sangat prima.
Melihat itu, Anjairil mendaftarkan Rukayah ke sasana angkat besi. “Akhirnya, saya hampir setiap hari latihan di sasana,” tutur perempuan berhijab itu.
Rukayah merahasiakan aktivitas terbarunya, berlatih menjadi lifter, kepada ibu-bapaknya. Juga kepada sang nenek. Mereka baru tahu saat ada perempuan asal Desa Semanggi yang juga berlatih di sasana yang sama, bercerita bahwa ada perempuan sedesanya yang juga berlatih menjadi lifter. “Saat itu, barulah bapak-ibu saya tahu, kalau saya berlatih angkat besi,” kenang Rukayah.
Beruntung orang tua Rukayah tidak keberatan. Karena aktivitas putrinya, justru meringankan beban orang tua. Sebab, setiap pulang latihan, Rukayah mendapatkan uang transportasi sebesar Rp 500 perak. “Zaman segitu, uang Rp 500 perak sangat berarti. Artinya, cukup membantu transportasi saya. Jadi, saya tidak perlu membebani orang tua,” kata Rukayah.
Yang awalnya keberatan, justru sang nenek. “Nenek saya sangat agamis. Mungkin karena melihat atlet angkat besi kan celananya, seperti pakai hanya celana dalam saja,” ucapnya. Toh, sang nenek tidak bisa membendung keinginan Rukayah yang bertekad menjadi lifter (pengangkat) profesional.
Berkat keuletan, kerja keras, dan disiplin berlatih—dengan menjaga pola makan yang sehat—perkembangan latihan angkat besi Rukayah menunjukkan progress positif.
Melebihi target di atas rata-rata. Karena itu, pada event olahraga berlabel Porda Jateng, Rukayah diikutkan.
“Alhamdulillah, pada waktu itu, saya berhasil menyabet juara II,” kata Rukayah yang tidak ingat tahun berapa Porda itu digelar.
Debut pertama yang langsung menyabet juara, membuat Rukayah dilirik KONI. “Awalnya, saya dimasukkan ke TC (training centre). Nah, tahun 1996, saya masuk pelatnas di Gadog, Bogor, Jawa Barat,” ucap warga Sendangguwo, Tembalang, itu.
Sebetulnya, selepas SMA, Rukayah menikah. Beberapa tahun kemudian, suaminya meninggal.
Prestasi terbaik Rukayah, pernah mencatatkan rekor nasional (rekornas) di angkatan snatch di atas 80 kg. “Saya ingat, itu kejuaraan di Bali,” kenangnya.
Berbagai prestasi demi prestasi kerap diukir oleh Rukayah. Sehingga ia dihadiahi oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, Suwardi, menjadi ASN tanpa jalur resmi seleksi. Melainkan, jalur prestasi olahraga.
Bagaimana dengan materi? Rukayah menggelang. Pada zamannya, bonus prestasi tak segemebyar saat ini. “Menang ya cuma dapat medali, sama uang transport,” katanya.
Penghargaan oleh pemerintah, diberikan dengan menawari sang atlet menjadi abdi negara.
Rukayah mengenang, meski berstatus ASN, awalnya ia jarang masuk. Kesehariannya, lebih disibukkan dengan latihan angkat besi. Hanya saja, seiring bertambahnya usia, prestasi Rukayah mulai meredup. Tepatnya, pada 2007, ia mengakhiri kariernya sebagai lifter.
Selepas itu, rukayah yang sudah bersuami lagi dan memiliki seorang anak, fokus pada pekerjaannya sebagai anggota Korpri. Ia lantas kuliah lagi hingga bergelar Sarjana Ekonomi. “Saya 20 tahun berdinas di Kelurahan Sendangguwo,” katanya.
Dari Sendangguwo, Rukayah dipercaya menjadi Seklur di Kelurahan Meteseh, dan kini menjadi Lurah Bulusan. (*/aro)