RADARSEMARANG.COM, Menjadi petugas pemadam kebakaran (Damkar) tentu sebuah perkerjaan mulia. Bertaruh nyawa melawan api membara untuk menyelamatkan jiwa dan harta benda warga merupakan dedikasi mereka. Bagaimana dengan petugas di Pos Pemadam Kebakaran (PMK) Kota Semarang Sektor Barito, Semarang Timur.
DEWI AKMALAH, RADARSEMARANG.COM
DI tengah musim kemarau yang melanda hampir di seluruh Indonesia, termasuk Semarang, sirene pemadam kebakaran (Damkar) kerap wara-wiri terdengar di telinga masyarakat. Bahkan, sehari mobil Damkar ini bisa bolak-balik untuk memadamkan kebakaran di lima tempat kejadian yang berbeda. Tentu saja, tenaganya kerap serasa diperas demi tujuan luhur untuk menyelamatkan nyawa dan harta benda masyarakat dari kobaran api yang menyala.
Agus Setiawan selaku Komandan Regu 4 Pos Pemadam Kebakaran (PMK) Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang sektor Semarang Timur (Barito) mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki 23 petugas damkar termasuk pengemudi. Semua terbagi dalam empat regu. Masing-masing regu diisi oleh empat hingga tujuh petugas. Mereka bertugas bergantian berdasarkan shift, bisa pagi, siang, dan malam. Dengan jumlah anggota yang banyak, kami hanya memiliki bangunan terbuka ini dengan satu ruangan untuk kamar mandi dan satu ruangan untuk menyimpan loker barang serta tempat salat.
“Bangunan ini terbuka di keempat sisinya. Tidak ada tembok yang dibangun sebagai benteng. Hanya beratap seng untuk melindungi tim dari rintik hujan dan panasnya hawa siang hari,” tuturnya.
Bangunan sederhana di atas lahan seluas kurang lebih 12×10 meter persegi ini sebenarnya dilengkapi peralatan pemadam api canggih. Namun karena keterbatasan ruangan, seluruh anggota tim tidak mampu beristirahat dengan layak. Hanya bisa mengandalkan ruang penyimpanan loker dan tempat salat yang kecil. Sayangnya, hanya mampu menampung dua orang untuk tidur. Sedangkan sisanya menggelar karpet di bangunan terbuka untuk sekedar istirahat atau rebahan.
“Tidak masalah jika bagi anggota yang mendapat shift pagi atau siang. Namun hal tersebut menjadi masalah besar bagi anggota yang mendapat giliran shift malam,” jelasnya.
Kantor dengan ruangan terbuka hanya ada atap, tanpa tembok, kalau panas kepanasan, kalau hujan kena cipratan air hujan. Belum lagi markas rawan kemalingan lantaran tanpa pagar di sekeliling markas.
“Kami tidak tahu sampai kapan seperti ini. Sejak tahun 2016, hingga sekarang belum ada indikasi perubahan atau inisiatif untuk merenovasi bangunan,” lanjut Danru yang pernah bertugas di sektor Banyumanik dan Plamongan ini.
Dirinya melanjutkan bagi anggota regu yang tidak mendapatkan tempat rebahan di ruangan dan karpet luar, terpaksa rebahan di atas armada mobil yang digunakan untuk memadamkan api.
Sebagai ketua regu dirinya hanya mampu berujar “wis dipenakke piye carane sak kepenakmu, (sudah yang penting dienakkan bagaimana caranya yang penting kamu nyaman).” “Ini saya sampaikan untuk membesarkan hati para anggota,” tuturnya.
Belum lagi ketika alarm kebakaran menyala. Sebelum pergi menyelamatkan warga dari kebakaran, mereka harus lebih dulu menyelamatkan barang yang ada di markas agar tidak hilang. Ini tentu memakan waktu bagi timnya untuk sampai ke lokasi.
“Meski begitu, kami memiliki semangat dan dedikasi tinggi untuk mengabdi kepada masyarakat. Meskipun kami harus berteman dengan masuk angin selalu siap siaga berangkat menjinakkan api. Paling untuk menjaga badan minum jamu dulu sebelum berangkat. Pokoknya soal dedikasi, jangan pernah meragukan petugas pemadam kebakaran seperti kami,” lanjutnya.
Dirinya berharap seiring berlalunya waktu, Pemkot Semarang dapat memberikan fasilitas pada sektornya. Sehingga dapat diberikan bantuan untuk perbaikan PMK menjadi lebih layak bagi anggota.
“Semoga segera dilakukan pembenahan sehingga bisa memiliki PMK sama seperti sektor lain. Sehingga markas dapat memberikan kenyamanan bagi anggota ketika mereka lelah setelah bekerja,” pungkasnya. (*/ida)