RADARSEMARANG.COM, Di era digital, kita dihadapkan dengan tantangan yang besar. Perilaku generasi muda cenderung lebih suka mengikuti budaya yang ditampilkan di sosial media.
Hal ini tentu menimbulkan dampak positif dan negatif dan akhirnya mempengaruhi pembentukan karakter dan moral generasi muda.
Dampak negatif yang terjadi di antaranya kurangnya interaksi sosial, sopan santun, rasa hormat terhadap orang lain, dan lain-lain. Jika ini dibiarkan, maka dapat menjerumuskan generasi penerus bangsa.
Melihat pengaruh negatif dari era digital, perlu adanya daya tangkal yang kuat dan tepat untuk membentengi generasi muda. Yakni dengan membangun karakter generasi kita sesuai dengan jati diri bangsa.
Suyanto (dalam Ainah 2016: 877) menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadikan ciri khas tiap individu untuk hidup bekerjasama. Baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Membangun karakter siswa dapat diawali dengan pembiasaan berbahasa karena bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi.
Bagi masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah, Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi atau berinteraksi sehari-hari.
Bahasa Jawa merupakan wahana untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan etika, estetika, moral, spiritual, dan karakter.
Dalam berkomunikasi, bahasa Jawa memiliki tingkatan yaitu: 1) Bahasa Jawa ngoko, 2) Bahasa Jawa krama. Bahasa Jawa ngoko digunakan berkomunikasi dengan orang sebayanya, Bahasa Jawa krama untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau yang lebih dihormati.
Pembiasaan menurut Mulyasa dalam Sultoni, Soimah, dan Soeprianto (2018, h. 172) adalah “Sesuatu yang dilakukan secara rutin dan terus menerus agar menjadi kebiasaan”. Pembiasaan berisi tentang pengalaman yang diamalkan secara berulang-ulang dan terus-menerus.
Pelajaran Bahasa Jawa merupakan salah satu muatan lokal wajib di SD Negeri 2 Tamangede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Dalam pelaksanaan muatan lokal bahasa Jawa dilakukan dengan pembiasaan berbahasa Jawa krama setiap Kamis.
Dalam pelaksanaannya melibatkan semua warga sekolah. Setiap hari Kamis ketika program 5-S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun) berjalan pun dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa krama.
Misalnya kalimat salam “Sugeng enjing/ sugeng siang”, kalimat sapaan “Badhe tindak pundi”, kalimat sopan” Nuwun sewu”, kalimat santun “ Matur suwun”, dan sebagainya. Di samping itu dalam berkomunikasi dengan semua warga sekolah juga menggunakan bahasa Jawa krama.
Adisumarmo (dalam Suharti, 2001: 69) menyatakan bahwa “unggah-ungguh bahasa Jawa adalah adat sopan santun, etika, tatasusila, dan tata krama dalam berbahasa Jawa”. Unggah-ungguh bahasa Jawa tidak hanya sebatas penggunaan ragam bahasa Jawa saja, namun terdapat nilai sopan santun yang menjadi karakter bangsa.
Dalam membangun sebuah karakter, penanaman berbahasa sangatlah penting. Perilaku orang tua dan guru sangat berpengaruh pada kepribadian dan karakter siswa. Karena mereka secara langsung melihat dan merasakan apa yang dilakukan baik orang tuanya maupun guru.
Pembiasaan berbahasa, sangat berpengaruh pada pembentukan karakter siswa. Dengan pembiasaan berbahasa Jawa krama di sekolah diharapkan dapat membangun karakter siswa menjadi pribadi yang disiplin, tanggung jawab, jujur, kritis, sopan, dan santun. Sehingga terwujud profil pelajar Pancasila seperti yang sekarang diharapkan dunia Pendidikan. (ips1/fth)
Guru SD Negeri 2 Tamangede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal