31 C
Semarang
Minggu, 3 Desember 2023

Memenuhi Kebutuhan Belajar Anak dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Oleh : Sayidi S.Pd.SD

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, SETIAP anak memiliki kodratnya masing–masing. Tidak dapat disamakan kemampuannya baik dalam bidang akademik, sosial, maupun kemampuan motoriknya.

Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, guru perlu memberikan pelayanan pendidikan yang dapat mengakomodasi kemampuan siswa, meskipun tidak dapat terpenuhi seratus persen.

“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada kodrat alam maupun kodrat zaman.

Sementara itu, segala bentuk, isi, dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

Bercermin dari hal tersebut saya mencoba untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dalam kelas pada pelajaran Matematika tentang bangun ruang. Di dalam kelas enam, penulis melakukan survei minat belajar anak dengan langsung memberikan pertanyaan.

Pembelajaran seperti apa yang kamu inginkan? Setelah melakukan survei tersebut, ternyata 40 persen anak senang jika belajar menggunakan media gambar, 35 persen anak suka pembelajaran melihat video yang ditayangkan dan 25 persen lebih suka melakukan praktik membuat sesuatu.

Dari hasil tersebut, penulis melakukan perencanaan stategi pembelajaran berdiferensiasi konten. Penulis menyiapkan tiga stategi, pertama, menyiapkan gambar–gambar bangun ruang. Kedua, mempersiapkan video pembelajaran tentang bangun ruang. Ketiga, mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat bangun ruang.

Dari kesiapan tersebut, penulis membagi kelompok berdasarkan minat belajar yang disenangi, hanya memberikan instruksi kepada masing–masing kelompok untuk melakukan pembelajaran yang sudah dirancang.
Dalam kelompok gambar bangun ruang, instruksi guru adalah ‘coba kalian lihat gambar bangun ruang yang ada, kemudian amati dan tuliskan ciri–ciri dari gambar bangun ruang yang kamu lihat!’ Selanjutnya, biarkan anak bekerja secara kelompok menemukan ciri–ciri bangun ruang yang mereka lihat.

Kelompok kedua, penulis memperlihatkan video pembelajaran tentang bangun ruang. Instruksi guru, ‘coba kalian lihat video pembelajaran ini, catatlah hal–hal yang penting dalam video tersebut!’ Dalam kelompok ini, murid bekerja secara mandiri mencatat apa yang dilihat dan dijelaskan dalam proses pembelajaran bangun ruang.

Kelompok ketiga, guru memberikan bahan stik bambu yang sudah halus, kertas karton, karet dan lem untuk bahan praktik anak. Instruksi guru, ‘coba kalian buat bangun ruang yang kalian suka dan kalian mampu membuatnya!’ Lantas biarkan murid membuat bangun ruang masing-masing, tidak dibatasi untuk membuat berapa jumlah, tapi dibebaskan. Terpenting mampu membuatnya.

Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugasnya masing-masing, kemudian setiap kelompok mempresentasikannya di depan kelas secara bergantian. Dalam presentasi tersebut, guru memberikan penguatan dan masukannya. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, guru memperkuat materi pembelajaran bangun ruang.

Dari pembelajaran tersebut, ternyata kemampuan anak meningkat pesat dan mereka menikmati pembelajaran. Kesimpulannya, seorang pendidik atau guru hendaknya bisa memberikan pembelajaran yang sesuai dengan minat anak–anak. Seperti kutipan berikut “Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, bedanya, guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin” (Ki Hajar Dewantara). (bt/ida)

Guru Kelas VI SD Negeri Cokro


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya