RADARSEMARANG.COM, BIRRUL WALIDAIN artinya berbakti kepada kedua orang tua. Kebalikannya adalah ‘uququl walidain yang artinya durhaka kepada orang tua (Muhammad Ahsan, 2017: 165). Mengingat hal ini sangat penting bagi siswa, maka materi pembelajaran ini dalam kurikulum 2013 diajarkan di setiap tingkatan kelas, dengan tujuan agar siswa dapat mempraktikkan dalam kehidupannya bersama orang tua sehingga terwujud keharmonisan dalam keluarga.
Salah satu permasalahan yang timbul dalam berkeluarga, dan menjadi keluhan orang tua adalah sulitnya mendidik anak-anak mereka sehingga mau berbakti kepada orang tuanya. Terkadang orang tua mengadu kepada sekolah perihal anaknya yang berani kepada mereka. Hal ini menjadikan sekolah ikut berfikir, khususnya guru Pendidikan Agama Islam yang bertanggung jawab terhadap perilaku dan budi pekerti peserta didik.
Dalam hal ini, guru PAI di sekolah, tak terkecuali guru PAI di SMP Negeri 3 Patean harus bisa memberikan solusi terhadap permasalahan yang ini. Orang tua sangat berharap putra putrinya menjadi anak yang shaleh, taat dan patuh kepada perintahnya serta tidak berani membantahnya. Namun kenyataannya berbalik, sehingga membuat orang tua hanya pasrah.
Di tengah keputusasaan para orang tua dalam mendidik putra-putrinya, guru PAI di SMP Negeri 3 Patean mencoba menerapkan sebuah metode bagaimana membuat berbakti kepada kedua orang tuanya. Salah satu metode yang diterapkan adalah metode kisah. Metode kisah adalah metode dengan menggunakan cerita-cerita yang dapat menghubungkan materi pelajaran dengan kajian masa lampau agar dapat dan mudah dipahami oleh peserta didik dalam alam yang lebih nyata (Abdul Fattah Abu Ghuddah, 2009: 2011).
Dalam metode kisah ini disajikan beberapa kisah, meliputi kisah orang-orang yang berbakti kepada orang tua, di samping itu kisah orang yang durhaka, seperti kisah Alqamah sahabat Nabi yang susah mengucapkan La ilaha illallah ketika meninggal dunia karena durhaka kepada ibunya. Kisah lain yang sudah terkenal yaitu Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya sehingga dikutuk menjadi batu.
Untuk membuat daya tarik siswa dalam mendengarkan kisah, tentunya harus menggunakan media yang menarik dan mudah diterima.
Di antara media yang dapat digunakan adalah video, baik berupa film maupun berupa kartun. Dengan diputarkan video, para siswa akhirnya terdorong untuk mencontoh perilaku orang-orang baik dalam film tersebut, di samping terdorong untuk menjauhi perilaku orang-orang yang durhaka. Dengan demikian para siswa akan merasa takut akan besarnya dosa durhaka kepada orang tua yang akan berakibat terhadap kehidupannya di waktu yang akan datang.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, langkah selanjutnya para siswa diberikan tagihan berupa pengisian chek list yang terdiri dari beberapa kolom yang berisi beberapa aktivitas yang menunjukkan berbakti kepada orang tua, seperti membantu pekerjaannya, berbicara sopan kepada mereka, dan mentaati perintahnya.
Di samping itu juga berisi aktivitas yang menunjukkan durhaka kepada orang tua, seperti berkata kasar, tidak menuruti perintah, dan tidak mau membantu mereka. Setelah chek list ini diisi oleh siswa, selanjutnya ditanda tangani oleh orang tua. Perlu disampaikan juga kepada siswa bahwa kegiatan ini untuk penilaian aspek psikomotorik yang akan dimasukkan di dalam nilai rapot.
Dengan metode seperti ini, ternyata membuahkan hasil, di antaranya siswa semakin menurut dengan perintah orang tua, tidak berani berkata kotor, dan juga mau membatu pekerjaan orang tua. Tentunya tidak semua siswa akan mengalami perubahan seperti ini, di antara mereka masih ada juga yang sulit berubah. Hal ini kemungkinan ada faktor lain yang menghambat perubahan ke arah yang lebih baik. Setidaknya usaha ini sudah dapat membantu meringankan beban orang tua dalam menghadapi permasalahan putra putrinya. Bagi guru PAI di sekolah lain, metode ini mungkin dapat diterapkan. (gb2/zal)
Guru SMPN 3 Patean, Kendal
