RADARSEMARANG.COM, Hakikat pendidikan terletak pada potensinya dalam memberikan keseimbangan antara intelektualias dan sensibilitas, rasionalitas dan irasionalitas, serta akal pikiran dan kepekaan emosi.
Konsep pendidikan abad 21 sangat penting untuk dikembangkan karena jika dilihat dari peta persaingan dunia kerja yang semakin ketat tentunya tidak cukup apabila siswa hanya dibekali dengan kemampuan kognitif saja.
Mengetahui hal tersebut telah banyak sekolah yang mulai membenahi sistem pendidikannya agar lulusan yang dihasilkan mampu memenuhi tantangan dunia kerja abad 21.
Konsep pembelajaran mulai diarahkan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dimana berpikir kritis menjadi salah satu kemampuan yang sangat ditekankan.
Kemampuan berpikir kritis menjadi penting untuk dikembangkan pada diri siswa mengingat kemampuan tersebut dapat dijadikan sebagai bekal dalam menghadapi masalah yang ada pada konteks dunia nyata.
Berpikir kritis memungkinkan seseorang untuk menganalisis dan mengevaluasi pemikirannya sehingga dapat mengurangi risiko kesalahan dalam mengambil suatu keputusan terhadap masalah yang sering terjadi dalam kehidupan.
Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa tidak hanya menjadi perhatian pihak sekolah saja, akan tetapi pemerintah juga memberikan perhatian lebih untuk membantu sekolah. Salah satu bentuk perhatian yang diberikan oleh pemerintah yakni dengan menerbitkan Permendikbud 81A tahun 2013, dimana pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa dalam membudayakan kemampuan berpikir kritis guru berperan aktif sebagai fasilitator selama proses pembelajaran.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan guru yakni kemampuan siswa dalam mengamati, menanya, menganalisis, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
Model Problem Based Learning and Argumentation (PBLA) merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa agar mampu memecahkan dan mampu memberikan argumentasi terhadap masalah yang sedang diselidiki.
Pada model ini argumentasi memberikan peranan penting bagi siswa, karena selama proses pembelajaran siswa tidak hanya diharapkan agar mampu memecahkan masalah saja akan tetapi juga mampu memberikan argumentasi yang kuat berdasarkan bukti-bukti valid dan secara rasional dapat membantu kelompok menyelesaikan masalah (R. Belland dkk, 2010).
Tujuan dari PBLA adalah untuk menerapkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengetahuan konten untuk memecahkan masalah.
Dalam memecahkan masalah siswa diarahkan untuk membentuk kelompok diskusi yang terdiri dari empat hingga delapan siswa dimana pembentukan kelompok bertujuan untuk mendorong siswa agar dapat saling bertukar ide dan gagasan, Selain itu melalui diskusi kelompok siswa dapat mengeksplorasi penyebab terjadinya masalah, menghasilkan banyak solusi, merundingkan solusi alternatif, dan membangun pengetahuan baru yang lebih bermakna.
Dalam implementasi PBLA kemampuan berpikir kritis mulai ditunjukkan siswa saat melakukan diskusi dan argumentasi. Proses terjadinya silang pendapat dan argumentasi berdasarkan bukti yang valid menjadi tanda bahwa siswa telah menunjukkan dan mengaktivasi kemampuan berpikir kritis mereka.
Implementasi PBLA di SMK N 3 Semarang terdiri dari lima fase yang meliputi: Orientasi peserta didik kepada masalah; Mengorganisasi peserta didik untuk belajar; Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Penerapan PBLA di SMK N 3 Semarang berpotensi memberikan keuntungan baik dari segi pengalaman, motivasi, inovasi, dan peningkatan terhadap keterampilan Abad 21 siswa SMK; dan imlementasi PBLA akan sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis apabila guru dapat mengarahkan siswa agar mampu belajar secara aktif baik melalui pernyataan sebuah masalah, berdiskusi, berargumentasi, menyimpulkan solusi, dan melakukan evaluasi. (ips2/ton)
Guru SMK N 3 Semarang