RADARSEMARANG.COM, PENDIDIKAN merupakan salah satu faktor penentu kemajuan sebuah negara. Apabila pendidikannya bagus, kemungkinan bangsa untuk maju lebih besar. Jika sebaliknya, bangsanyapun sulit untuk maju. Dengan pendidikan yang bagus, diharapkan penduduk suatu negara memiliki kemampuan yang lebih dan memiliki moral yang lebih bermartabat serta memiliki sudut pandang yang lebih luas dalam menghadapi masalah ataupun perbedaan yang terjadi alam kehidupannya.
Dalam pelaksanaan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih diwarnai sejumlah permasalahan. Pertama, teknis pelaksanaan PPDB menimbulkan kericuhan di kalangan masyarakat, sedangkan SD 03 Wringinagung Kecamatan Doro, akibat minimnya pendaftar dan akhirnya jumlah siswa menurun. Selisih 50 siswa dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan kurangnya kesiapan para pendidik dan pemerintah daerah dalam penentuan zona sekolah.
Kepala sekolah memiliki tanggung jawab terhadap penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah. Dalam Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 3 nomor 20 tahun 2003, pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun dengan melihat potret dunia pendidikan saat ini, bisa dikatakan sistem pendidikan nasional sudah gagal memenuhi tujuan undang-undang tersebut. Sikap dan karakter tidak kalah penting dari kecerdasan bagi anak-anak. Bahkan sebagian orang menganggapnya lebih penting. Buktinya terdapat sebagian orang yang gagal ketika di sekolah, akan tetapi di masa tuanya berhasil disebabkan pendidikan karakter yang dialaminya.
Strategi yang tepat untuk menciptakan sekolah unggulan untuk mengantisipasi penurunan jumlah peserta didik karena zonasi. Yaitu dapat melalui, pertama, secara formal, yaitu dengan memasukkan bahan pelajaran yang dapat menunjang karakter anak, seperti mata pelajaran budi pekerti atau akhlak sebagai pedoman bagi peserta didik. Kedua, secara informal, yaitu pendidikan karakter dilaksanakan melalui membiasakan kebiasaan-kebiasaan yang positif pada siswa, seperti menjadwalkan kerohanian, upacara kebangsaan dan pramuka dan lain sebagainya. Ketiga, masuk tanpa seleksi, bisa menerima keterbatasan yang dimiliki siswa. Wajar juga, jika sekolah unggulan ada proses seleksi. Tugas pendidik memberikan pemahaman dari yang tidak tahu menjadi tahu, tidak kreatif menjadi kreatif. Sekolah yang bisa menerima siswa berbagai karakter dan latar belakang yang disebut kelas inklusi. Dimana siswa yang tidak normal/pencacatan bisa bergabung dengan kelas normal. Karena mereka mempunyai hak yang sama dengan siswa yang normal. Keempat, sekolah menanamkan nilai akhlak. Dengan akhlak baik, bisa menghormati orang tua, yang lebih tua, dan temannya, maka terbangun prestasi. Bakat dan segala potensi akan terbangun dengan sendirinya. Kelima, mengagendakan pelatihan guru setiap tahun. Karena keberhasilan mutu sekolah tidak lepas dari kretivitas guru.
Dengan penerapan strategi tersebut, secara tidak langsung para anggota sekolah dibekali kecerdasan yang mumpuni, termasuk pembentukan karakter yang berjiwa mandiri, penuh tanggung jawab, dan berahklak mulia. Inilah salah satu upaya membentuk sekolah unggulan. (ce4/ida)
Kepala SDN 03 Wringinagung, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan.