RADARSEMARANG.COM, PROSES pembelajaran seringkali bergantung kepada kualitas pembelajaran yang guru tampilkan di kelas. Keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang guru aplikasikan. Model pembelajaran yang menggembirakan semakin meningkatkan motivasi dan perhatian anak didik, hal ini secara otomatis berdampak terhadap kualitas pembelajaran. Minat belajar juga menjadi faktor penting agar tidak di pandang sebelah mata guna tercapainya kualitas pembelajaran. Model merupakan salah satu komponen dalam kualitas pembelajaran yang berada di bawah otoritas dan hak prerogatif guru, artinya bahwa guru mempunyai wewenang penuh untuk memilih model yang tepat agar tercapai tujuan pembelajaran. Realitas di lapangan, guru-guru saat ini masih banyak yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru atau disebut teacher oriented. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kejenuhan bagi anak didik dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru sudah selayaknya mempersiapkan proses pembelajaran dengan model yang interaktif dan kooperatif. Pembelajaran kooperatif salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Pembelajaran kooperatif melatih anak didik untuk bekerjasama dengan yang lain. TGT (Teams Games Tournament) adalah salah satu model pembelajaran yang mengedepankan pembelajaran kooperatif. Karena model ini anak didik dituntut bekerjasama dengan lainnya dalam timnya.
Saco (2006:62) menjelaskan bahwa TGT adalah pembelajaran dimana anak didik memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Pendapat sejalan turut disampaikan Kurniasari (2006:42), menjabarkan bahwa model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran kooperatif dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri atas 4-6 anak didik yang heterogen, baik dalam hal akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis.
Penulis sekaligus guru SDN 02 Luragung Kecamatan Kandangserang Kabupaten Pekalongan mengadopsi model TGT dikelas empat pelajaran bahasa Jawa tentang mengenal Sandhangan Swara (wulu, suku, pepet, taling, taling tarung). Penerapan model ini dengan cara guru melakukan pembukaan dengan menyampaikan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran dan model pembelajaran yang akan di terapkan. Kemudian guru mengelompokkan anak didik secara heterogen, disambung menyampaikan materi sebagai awalan.
Guru menjelaskan bahwa tugas tiap kelompok bisa terdapat kesamaan dan bisa juga berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru sebagai fasilitator pendidikan bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan sesekali diselingi bercandaan. Anak didik diberikan waktu untuk membahas materi secara mendalam dan memperankannya dalam sebuah game. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan.
Guru melakukan pendampingan, pengamatan dan memberikan penilaian sesuai dengan kriteria penilaian yang telah disiapkan. Penulis merasa bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif TGT dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, terlihat dari meningkatnya daya respon, suasana belajar yang kompetitif akan meningkatkan kecepatan siswa memberikan respon. (ti2/zal)
Guru SDN 02 Luragung, Kabupaten Pekalongan