RADARSEMARANG.COM, Ketika kegiatan belajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan bukan membiarkannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran. Keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran, bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain.
Tanpa diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena itu setiap akan mengajar guru diharuskan untuk menerapkan strategi atau metode tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran.
Salah satu strategi penulis menerapkan pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa adalah menggunakan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan terhadap belajar yang meyakini bahwa orang secara aktif membangun atau menyusun pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalamannya sendiri pula.
Menurut paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak kan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Mengalami sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan (Trianto, 2009 : 69).
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa komponen penting menurut Benny A, Pribadi (2009: 161) sebagai berikut : pertama, belajar aktif (active learning). Kedua, siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional. Ketiga, aktivitas belajar harus menarik dan menantang. Keempat, siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut “bridging”. Kelima, siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari. Keenam, guru harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, guru tidak lagi hanya sekadar berperan sebagai penyaji informasi. Ketujuh, guru harus dapat memberi bantuan berupa scaffolding yang diperlukan oleh siswa dalam menempuh proses belajar.
Setelah pendekatan kontruktivisme diterapkan pada mata pelajajaran PAIBP khususnya materi “Senangnya meneladani para Nabi dan Ashabul Kahfi”, kelas VI SDN 02 Gebangkerep, Kecamatan Sragi, telah menghasilkan individu atau siswa yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Sedangkan guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. (ce2/lis)
Guru PAIBP SDN 02 Gebangkerep, Kec. Sragi, Kabupaten Pekalongan