RADARSEMARANG.COM, Pandemi Covid- 19 yang menyerang dunia telah lebih dari 6 bulan terakhir berakibat perubahan kegiatan belajar-mengajar. Tidak terkecuali di negara ini, semenjak medio Maret kegiatan pendidikan daring (online learning) jadi suatu opsi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mencegah penyebaran Covid- 19.
Aplikasi pembelajaran daring (online learning) ini dilakukan di tingkatan pendidikan SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Perubahan sangat cepat ini tanpa diiringi persiapan yang memadai sebelumnya. Dampaknya banyak kegagapan. Perihal ini juga diakui oleh Menteri Pendidikan serta Kebudayaan Nadiem Makarim.
Pendidikan daring yang belum dipersiapkan secara matang ini pasti berakibat terhadap tata cara pendidikan yang dicoba oleh para tenaga pendidik. Demikian pula penerimaan atas pendidikan dari para partisipan didik juga sangat bermacam-macam. Acapkali tidak menguasai modul ataupun penyampaian dari guru.
Terlebih orang tua ataupun wali muridnya. Lagi-lagi hadapi gegar pendidikan yang luar biasa. Orang tua yang padat jadwal bekerja dengan terpaksa wajib mendampingi anak-anak pada jam pendidikan daring.
Repotnya, tidak sedikit guru yang memakai aplikasi whatsapp untuk menunjang kegiatan pendidikan. Apakah salah memakai aplikasi pesan daring tersebut? Memanglah bukan benar salah. Tetapi tepatkah pemakaian aplikasi pesan daring ini di kala krisis Covid- 19.
Sesekali digunakan barangkali tidak masalah, tetapi bila digunakan tiap hari dari Senin-Jumat selama berbulan-bulan hingga berakibat tidak sehat untuk pendidikan itu sendiri.
Belum lama ramai digunakan aplikasi untuk menunjang pendidikan dengan memakai zoom yang sangat terkenal. Juga google classroom. Bisa dicoba secara interaktif sampai ratusan apalagi ribuan orang dalam sekali kegiatan.
Problemnya, tidak seluruh orang tua siswa mempunyai keahlian menginstall aplikasi zoom ke piranti mereka. Terdapat sekian hambatan yakni hambatan ekonomi, koneksi internet yang tidak normal, ditambah dengan tata cara pendidikan daring seefektif apa.
Inilah sebagian kasus yang dialami oleh dunia pembelajaran kita di tengah Covid- 19. Kegiatan pembelajaran bukan sekadar guru membagikan soal- soal kemudian murid menanggapi, lalu diberi nilai matematis. Bukan itu poinnya.
Slogan “Merdeka Belajar” yang digaungkan oleh Menteri dan Kebudayaan belum menggugah para guru, terlebih para murid dalam implementasi pendidikan daring.
Pembelajaran bagaikan metode untuk melaksanakan transformasi gagasan, membangun kepribadian diri seorang tentang nilai-nilai disiplin, integritas, respek kepada orang lain. Menghormati hak-hak serta kewajiban masyarakat, menghargai ruang privat serta publik secara balance tampaknya belum lazim di dunia pembelajaran kita.
Masa pandemi Covid- 19 ini, bisa dijadikan momentum untuk kebangkitan pembelajaran kita sekiranya segala pemangku kepentingan pembelajaran di negara ini silih bergotong-royong. Menanggalkan egoisme sektoral antarkementerian.
Seyogyanya ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani ini kita praktikkan dalam pendidikan kita di manapun. Di depan menjadi teladan, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.
Tugas mencerdaskan serta membuat bangsa ini berkarakter bukan cuma Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terlebih di masa Covid- 19. Permasalahan koneksi internet semestinya jadi domain Kementerian Komunikasi dan Informatika, kemudian permasalahan kesehatan jelas terletak dikoordinasi Kementerian Kesehatan.
Sekiranya 3 kementerian bahu-membahu mempersiapkan infrastrukturnya tidak mustahil membangun mutu intelektualitas partisipan didik yang senantiasa sehat di masa menyesuaikan diri kerutinan baru Covid-19 dan didukung jaringan internet yang senantiasa normal. Aplikasi pembelajaran di masa digital membutuhkan inovasi serta kreasi sehingga guru ataupun anak didik tidak gampang bosan. (ti1/lis)
Guru SD Negeri Karanggondang, Karanganyar