RADARSEMARANG.COM, Semarang – Sebanyak 110 penari beradu keterampilan memperagakan tarian Sobokarti. Setiap kelompok terdiri dari tiga orang tampil unjuk gigi secara bergiliran. Mereka harus mengkombinasikan aspek gerakan, irama, dan penghayatan.
Pengampu Tari Totok Pamungkas memaparkan, ujian tari diikuti oleh seluruh kelas. Baik pemula, A1, A2, B, remaja hingga kelas dewasa. Tujuannya agar melihat sejauh mana siswa tari menyerap materi selama satu tahun. “Siswa tari dari berbagai ragam usia bahkan dari luar kota,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM Minggu (25/6) kemarin.
Totok mengungkapkan, aspek penilaian tari meliputi tiga hal. Di antaranya Wiraga (gerak) Wirama (irama), dan Wirasa (rasanya). Sebab, tidak semua penari menguasai ketiga aspek itu. Meski dari gerakan dan iramanya bagus tapi kosong dalam penghayatannya. “Walaupun sebenarnya aspek penilaian itu ada delapan. Tapi tiga aspek tadi cukup,” ujarnya.
Disamping latihan atau kompetensi dasar, lanjut Totok, penilaian juga didasarkan pada tingkatannya. Selain itu untuk memotivasi, peserta yang memiliki nilai tertinggi mendapatkan piala dan sertifikat. “Supaya mereka terpacu dan merasa di apresiasi,” tambahnya.
Tari Sobokartti mengajarkan tarian klasik gaya Surakarta. Namun, tidak menutup kemungkinan mengkreasikan dengan tarian daerah. Ia berharap, kedepannya banyak anak-anak kepincut kesenian. Sebab, menurutnya dengan kesenian dapat menurunkan temperamental anak. “Seperti para seniman itu kan tidak pernah terlibat tawuran karena halus secara emosionalnya,” akunya.
Soal perkembangan seni tari di Kota Semarang, Totok menyebut sangat luar biasa. Perhatian pemerintah dan antusias masyarakat tinggi. Sehingga memunculkan tarian khas Semarangan yang saat ini populer di kalangan masyarakat. “Saat hari jadi beberapa waktu lalu menjadi bukti seluruh masyarakat Kota Semarang menari massal,” tambahnya. (mia/fth)