RADARSEMARANG.COM, Semarang – Keberadaan proyek perumahan oleh PT Segara Gading, di RT 7/3 Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, membuat resah warga. Pengembang dinilai tidak memperhatikan dampak lingkungan dari proyeknya tersebut.
Proses pembangunan yang tidak memiliki sistem drainase yang baik, membuat material lumpur dan tanah proyek masuk ke permukiman warga. “Material lumpur dan tanah juga memenuhi got perumahan dan pengembang diam saja. Sehingga saat hujan deras air tidak bisa mengalir lancar dan meluber sampai ke areal permukiman warga,” kata Triyanto, 36, warga RT 7/3 Kelurahan Ngijo, Minggu (17/1/2021).
Pantauan di lokasi, memang pihak pengembang tidak melengkapi saluran air di lahan yang tengah digarap. Apalagi, lahan yang diolah tersebut merupakan kawasan resapan. “Sekarang karena lahan dibuka, tidak ada resapan dan malah air semua masuk ke permukiman,” tandasnya.
Ia bersama warga setempat setiap hari harus berjibaku membersihkan material lumpur di sekitaran hunian mereka. “Karena sistem drainase milik warga juga ditutup oleh pengembang, jadi saat hujan deras air meluber ke mana-mana sampai ke rumah warga. Setiap hari kita membersihkan lumpur endapan dari proyek itu,” ujarnya.
Pihaknya mengaku sudah berkali-kali mencoba berkomunikasi dengan pihak pengembang, namun tidak ada hasilnya.
Hal senada juga dirasakan oleh Adit, 36. Rumahnya yang berada persis di depan proyek juga ikut terdampak. Karena proses perataan dan lahan menggunakan alat berat, dinding rumahnya mulai retak-retak.
Selain itu juga banyak air masuk ke dalam rumah melalui sela-sela tembok ketika debit hujan tinggi. “Air masuk dari sela-sela tembok belakang rumah karena proyeknya persis di belakang rumah saya,” ujarnya.
Sementara ketua RT 7 RW 3 Kelurahan Ngijo, Sugito Candra sudah menyampaikan keluhan warga ke pihak pengembang.“Kita sudah menyampaikan tentang kondisi tersebut supaya mereka bertanggung jawab, tetapi belum ada respon,” kata Sugito.
Dikatakan Sugito, selain itu ternyata pengembang juga melanggar kesepakatan dengan warga. “Salahsatu klausul kesepakatannya, mobilitas kendaraan proyek seharusnya melewati rute yang sudah disepakati bersama,” ujarnya.
Rute tersebut sudah dibuat sendiri oleh pengembang tanpa masuk ke dalam permukiman warga. Namun pada kenyataannya, pengembang tidak menggunakan rute tersebut dan lebih memilih keluar masuk melalui pemukiman warga.“Warga semua protes karena ini bentuk pelanggaran oleh pengembang sendiri,” katanya.
Dijelaskan, melihat klausul perjanjian warga dengan pengembang tertanggal 10 Juli 2020, pengembang juga wajib memberikan kompensasi kepada warga terdampak. Namun, lanjutnya, sampai saat ini tidak ada tanggung jawab apapun. Beberapa warga juga sempat hendak memblokir pengerjaan proyek. Namun berhasil ia cegah, dan meminta warga untuk menyelesaikan dengan jalur perdamaian. “Saya juga tidak menyalahkan warga karena memang sudah geram,” katanya. Warga menuntut adanya kompensasi seperti kesepakatan awal dan rute kendaraan proyek tidak lagi masuk di pemukiman warga.
Sementara itu, Direktur PT Segara Gading belum bisa di konfirmasi. Beberapa pekerja di lapangan saat ditanya tidak tahu menahu perihal perjanjian dan perizinan tersebut. “Kita tidak tahu, ada seperti itu, tahunya kita cuma meratakan lahan saja,” kata pekerja proyek Mulyono.
Untuk diketahui, PT Segara Gading tengah melakukan pembukaan lahan untuk perumahan Graha Citra Gading kedua. Rencananya, lahan tersebut akan berdiri 100 lebih rumah siap huni. Posisi lahan yang hendak dikembangkan persis di belakang permukiman warga RT 7/3 Kelurahan Ngijo. (ewb/zal)