RADARSEMARANG.COM, Batang – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah meninjau situs candi batu bata merah yang ditemukan di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Selasa (1/11). Tinjauan itu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi terkini candi yang telah ditimbun dengan tanah. Kemudian menentukan langkah ke depan untuk ekskavasi.
“Ya sebetulnya ini salah satu cara yang diambil untuk mencari data adalah ekskavasi. Tapi ekskavasi sebenarnya bisa merusak. Dalam artian kalau recordingnya tidak tepat maka akan merusak,” ujar Pamong Budaya Ahli Muda BPCB Jawa Tengah, Wahyu Broto Raharjo
Menurutnya, benda yang sudah dikeluarkan dalam tanah otomatis tidak akan dapat dikembalikan ke dalam tanah lagi. Sebelum melakukan penggalian, perlu dilakukan pemetaan batuan di dalam tanah. Caranya dengan metode Ground Penetrating Radar (GPR). Cara ini akan diusulkan terlebih dahulu sebelum digali.
“Kita melihat kondisi tanah. Setelah Kita menemukan anomali tanah yang ada dalam tanah, baru di titik tertentu kita lakukan ekskavasi,” terangnya.
Melalui cara itu, luasan candi akan diketahui. Sehingga batasan terluar dari situs bisa dipastikan titiknya. Selanjutnya, luasan area pelestarian bisa ditetapkan. Sehingga bisa dibebaskan dari aktivitas yang bisa merusak situs. Apalagi, lokasi tersebut masuk di KITB.
Terkait batuan candi yang telah dipindahkan dari lokasi atau diambil warga, pihaknya menegaskan akan mengambilnya kembali. Jika batuan sudah dalam kondisi rusak atau dijadikan banguan rumah akan dilakukan pendataan. Dibuatkan laporan bahwa batuan itu diambil dari situs candi di Desa Sawangan.
“Kami datang atas anama pusat. Kami ke sini krena sudah banyak berita yang muncul ke permukaan. Kami diutus pimpinan melihat kondisnya seperti apa dan langkah ke depannya seperti apa,” imbuhnya.
Pihaknya juga menyoroti kondisi situs mata air Balekambang yang berada di dekat KITB. Perlu adanya hutan lindung untuk menjaga kelestarian sumber mata air di sana. Hal ini difungsikan untuk konservasi air dan konservasi lahan. Kondisi demikian bisa dimanfaatkan pula untuk mendukung sektor wisata dan ruang terbuka hijau.
“Kalau kami yang pertama kita kerja sama yang kedua saling menjga. Dari dinas sebagai pemangku wilayah yang menjaga keberadaan situs itu. Mohon jangan sampai ada yang ngambil lagi batunya. Kami di lain tempat akan merumuskan suatu hasil dari kajian mulai dari hari ini dan berikutnya,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa candi yang berada di Desa Sawangan, Kecamatan Gringsing ini baru ditemukan lagi tahun 2022 saat penyiapan lahan KITB. Candi pertama kali ditemukan tahun 2019 oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Candi itu hanya berjarak sekitar 30 meter dari situs pemandian Balekambang yang berasal dari Abad ke-9. Balekambang sendiri berada di Desa Sidorejo, Kecamatan Gringsing.
Di lokasi temuan candi wartawan RADARSEMARANG.COM melihat candi batu bata merah itu berada di kaki bukit dan sangat dekat dengan kebun warga di lahan PTPN 9. Hanya sekitar 3 meter saja. Saat ini wilayah tersebut masuk di wilayah KITB. Kondisinya dipenuhi semak belukar. Walaupun sudah ditimbun tanah, masih ada batuan candi yang berada di atas tanah. Kondisinya mayoritas tidak utuh, sudah terbelah.
BRIN sempat melakukan penggalian dengan anggaran sendiri dalam waktu hampir dua bulan. Penggalian hanya dilakukan sebagian kecil saja untuk mencari informasi inti. Dari arang yang ditemukan diketahui bahwa candi tersebut berusia 14 abad. Berasal dari tahun 360-an masehi atau Abad ke-7. Masuk periode sebelum Mataram, yaitu zaman Kalingga atau kerajaan Holing.
Dengan demikian, bisa dipastikan candi tersebut menjadi yang tertua di Jawa Tengah. Mengalahkan usia candi Borobudur dan candi-candi lainnya. Struktur utama candi diperkirakan memiliki ukuran 16×16 meter. Ukuran batu batanya pun lebih besar ketimbang batu bata merah sekarang. Lebarnya 37×18 sentimeter dengan ketebalan 7 sentimeter dengan berat sekitar 3 kilogram.
Ekskavasi candi ini sebelumnya diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 200 juta. Sementara untuk menjaga keamanannya butuh anggaran Rp 200 juta lagi. Sehingga total butuh anggaran Rp 400 juta untuk tambahan kemanan yang sederhana.
Namun demikian, hingga saat ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Batang terkendala anggaran ekskavasi. Satu-satunya anggaran yang diharapkan adalah dari Kementerian PUPR.
Kepala Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Batang Affy Kusmoyorini menyebut akan segera lapor ke Penjabat Bupati Batang Lani Dwi Rejeki. Selain itu, ia juga berpikir perlu membuat pagar untuk pengamanan lokasi candi tertua di Jawa Tengah itu.
“Kalau perencanaan kami itu untuk pengamanan ya ada pager. Itu rencana dari disdikbud akan kita pageri. Sampai saat ini kami masih menunggu anggaran,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu pemilik warung di area Balekambang, Ali, 45, mengatakan jika anggapan adanya warga yang menjarah batuan candi itu salah. Hal tersebut hanya salah paham.
Sebelumnya ada warga yang tidak mengetahui bahwa batuan tersebut adalah candi. Warga kemudian mengambilnya untuk digunakan membuat anak tangga di sebuah tebing. Batuan candi itu disusun dari bawah hingga atas. Lokasinya tidak jauh dari area temuan candi.
“Batuan itu sudah dikembalikan lagi ke area situs. Jadi anggapan ada warga yang menjarah itu salah,” terangnya. (yan/bas)