RADARSEMARANG.COM – Tiga Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kota Semarang overload. Yakni, TPU Bergota, TPU Sompok (Kesambi) dan TPU Trunojoyo. Ketiga makam itu sudah tidak menerima pemakaman baru. Namun di lapangan, jenazah warga masih bisa dimakamkan di TPU itu asalkan mau membayar biaya hingga jutaan rupiah.
TPU Sompok atau Kesambi lokasinya di samping SMP Negeri 39 Semarang. Areal makam ini sangat padat. Untuk berjalan, para peziarah harus menginjak batu nisan. Apalagi yang letak makamnya di tengah ataupun di blok bawah.
Mulyono, penggali kubur di TPU Sompok menuturkan, sekilas lahan pemakaman tersebut sudah penuh. Namun ia sudah terbiasa menggali kubur meski di lahan sempit sekali pun.
“Kelihatannya sempit dan padat, tapi kami lihat lahan setengah meter aja di antara batu nisan bisa digali buat pemakaman satu orang,” katanya saat sedang menggali kubur bersama Noto dan Legimin, Jumat (19/3/2021) lalu.
Menurut pria yang sudah 11 tahun menjadi penggali kubur ini, di TPU Sompok seluas 1,5 hektare sudah menggunakan sistem tumpang, karena overload. Khususnya, di TPU bagian atas, sekitar pintu masuk makam. Bila memiliki saudara yang lama telah dimakamkan di sana, kata dia, maka jenazah baru akan ditempatkan di atasnya. Bila tak punya saudara, pihaknya akan mencarikan lahan baru yang cukup untuk digali di sela-sela batu nisan.“Orang milih memakamkan di kawasan atas karena dekat pintu masuk. Kalau di bawah sering banjir kalau hujan deras,” jelasnya.
Ditanya biaya memakamkan di TPU Sompok, Mulyono enggan menjelaskan. Pun dengan Noto dan Legimin. “Dikasih seikhlasnya, Mbak,” katanya.
Namun fakta di lapangan, ada tarif khusus untuk bisa memakamkan anggota keluarga di TPU Sompok. Seorang warga Semarang Selatan yang belum lalu memakamkan anggota keluarganya di TPU ini mengaku, harus membayar hingga Rp 3 juta. Letak makamnya di tengah, persis di belakang permukiman warga.
“Kalau di blok depan sebenarnya ada, tapi biayanya sampai Rp 5 juta,” kata pria yang enggan ditulis namanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Menurut dia, biaya pemakaman sampai jutaan rupiah di TPU ini sudah bukan rahasia lagi. Alasannya, itu biaya retribusi ke pemkot dan tukang gali kubur. “Katanya kalau mau murah di blok bawah. Sekitar Rp 1,5 juta. Tapi, risikonya sering kebanjiran kalau hujan deras,” ujarnya.
Di TPU Trunojoyo Banyumanik, areal pemakamannya juga sudah overload. Meski demikian, di tempat ini masih menerima pemakaman jenazah baru dengan sistem tumpuk. Di TPU ini, setidaknya sudah ada sekitar 100 pemakaman yang ditumpuk.
“Makam di sini sudah penuh. Jadi ya ditumpuk atau sistem tumpang, tapi hanya untuk keluarga. Kalau orang lain tidak boleh,” kata salah satu penggali kubur yang enggan ditulis namanya saat ditemui RADARSEMARANG.COM, Minggu (21/3/2021).
Lokasi TPU Trunojoyo di belakang Kompleks Perumahan Trunojoyo, Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik. Luasnya sekitar tiga hektare. “Ada sekitar 1.000 makam. Terbagi blok A sampai H. Untuk Blok A1-A4 untuk makam Islam. Setiap satu blok, kurang lebih ada 200 sampai 300 makam,” jelasnya.
Di TPU ini ada tim penggali kubur beranggotakan empat orang. Mereka mendapat upah sebesar Rp 600 ribu sekali menggali kubur. “Ongkos gali kubur Rp 600 ribu, dibagi empat, sudah termasuk retribusi,” katanya.
Khusus pemakaman jenazah Covid, upah yang diterima berbeda. Namun tidak terpaut jauh dengan pemakaman biasa. “Tarif pasti tidak ada, tergantung keluarga. Ya, kurang lebih Rp 1 juta,” katanya yang mengaku sudah 21 tahun menjadi penggali kubur.
Sementara itu, saat ini sedang ada program penghapusan retribusi pemakaman oleh Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi melalui Surat Keputusan Wali Kota. Sehingga seharusnya tidak ada penarikan apapun untuk pemakaman di TPU milik Pemkot Semarang.
“Program ini diperpanjang setiap ada event pemkot. Misalnya HUT Kota Semarang atau yang lainnya,” kata Kabid Pertamanan dan Pemakaman Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkrim) Kota Semarang, Murni Ediati.
Hal senada diungkapkan Kasie Pemakaman Disperkim Kota Semarang Mochamad Djuniadi Eko Putranto. Ia mengatakan, sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2012 ada retribusi pemakaman, misalnya perpanjangan makam, pemesanan tempat, dan makam tumpang. Namun sejak 2019 sampai saat ini, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memiliki program pembebasan retribusi lahan makam. “Artinya, tempat pemakaman digratiskan. Jadi, kalau ada yang bayar, itu nggak mungkin. Soalnya kami juga menerbitkan SK Pemakaman yang diterbitkan oleh dinas,” tuturnya.
Ia menjelaskan, pembayaran hanya diberlakukan untuk pemesanan lahan makam sesuai Perda Nomor 10 Tahun 2009, sebesar Rp 1,5 juta. Namun untuk pemesanan lahan makam saat ini sudah tidak lagi diperbolehkan melalui Keputusan Kepala Disperkim. Biaya yang dibayarkan ahli waris untuk TPU milik pemkot hanya jasa penggalian kubur saja. Karena retribusi sedang dibebaskan, kecuali untuk TPU Bergota, ada beberapa blok yang tanahnya bukan milik Pemkot Semarang.
“Bergota itu beda. Kalau di Sompok dan Trunojoyo, nggak bisa menerima pemakaman baru. Kecuali, makam tumpang masih bisa. Dalam satu lubang bisa digunakan, namun harus ada izin dari ahli waris,” tuturnya.
Retribusi, lanjut dia, juga dibebaskan untuk mereka yang meninggal karena Covid-19 jika memang ingin dimakamkan di TPU milik pemkot. Namun untuk biaya penggalian kubur, tetap menjadi kesepakatan ahli waris dengan tukang gali kubur.
“Untuk di TPU Jatisari yang khusus makam Covid-19 nggak ada biaya apapun. Ahli waris hanya menyiapkan patok. TPU lain mungkin ada biaya penggalian. Jadi, kalau meninggal Covid-19, mau di Jatisari monggo, mau di TPU lain monggo,” katanya.
Kesulitan mencari lahan pemakaman tidak terlalu dirasakan di TPU Tugurejo. Lahan pemakaman ini cenderung masih lengang. Salah satu warga Tugurejo, Umi Muhajiroh, menuturkan, lahan TPU Tugurejo sendiri terbagi menjadi dua kepemilikan. Bagian belakang merupakan milik kampung. Sementara depan bagian selatan dekat dengan jalan raya merupakan milik Pemerintah Kota Semarang.
Untuk makam kampung, pihaknya menjelaskan peruntukannya memang kebanyakan untuk makam muslim. Sedangkan milik kota dipergunakan lebih umum. “Yang milik kota ada makam nasraninya. Terus kadang untuk orang yang tanpa identitas, meninggal karena kecelakaan juga dimakamkan di sana,” ujarnya.
Untuk mekanisme pemakaman, Umi mengaku sama seperti pemakaman lainnya. Untuk warga kampung, tiap ada warga yang meninggal hanya ditarik iuran Rp 5 ribu-Rp 10 ribu. Uang tersebut akan digunakan untuk keperluan pengurusan jenazah. Mulai dari penyediaan peralatan seperti kain kafan, jarik, dan lainnya. Termasuk juga biaya penggalian kubur. Sedangkan untuk orang luar, biasanya akan dikenakan biaya sekitar Rp 2 juta untuk pengurusan jenazah. “Kira-kira wajarnya Rp 2 juta jika orang luar. Tapi kalau orang kampung biasanya pakai mekanisme biasa iuran antarwarga,” ujarnya.
Pihaknya tidak bisa memungkiri, kian lama lahan pemakaman di TPU Tugurejo memang mulai berkurang. Namun tidak sampai membuat kesulitan bagi keluarga jenazah untuk mencari lahan yang masih bisa untuk memakamkan. Sebab, masih ada sisa lahan yang cukup untuk mengebumikan jenazah. “Dan, yang jelas tidak ada cup-cupan (jual beli) lahan makam. Karena kasihan jenazah tidak bisa dikebumikan jika sudah dipesan terlebih dahulu lahannya” katanya.
Biaya Gali Kubur akan Diatur Perda
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang kerap mendapat komplain dari warga terkait mahalnya biaya pemakaman. Padahal sesuai Perda, biaya retribusi pemakaman hanya Rp 100 ribu. Itu pun saat ini digratiskan sesuai kebijakan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Kabid Pertamanan dan Pemakaman Disperkrim Kota Semarang Murni Ediati menjelaskan, kenapa biaya pemakaman menjadi mahal lantaran besaran biaya gali kubur yang tidak ada ketentuannya. Karena itu, pihaknya berencana mengajukan rancangan peraturan daerah (Raperda) yang mengatur tentang retribusi pemakaman dan biaya gali kubur.
Informasi yang dihimpun, banyak praktik gali kubur yang tarifnya mencapai jutaan rupiah. Hal itu membuat dinas sering mendapatkan komplain dari masyarakat yang mengeluhkan mahalnya biaya pemakaman.
“Sebenarnya ongkos atau izin pemakaman itu hanya sekitar Rp 100 ribu dan diperpanjang setiap tahun. Kalau biaya gali kubur, di luar wewenang kami. Nah, ini yang membuat dinas sering mendapatkan komplain,” kata Murni Ediati kepada RADARSEMARANG.COM.
Pipie –sapaan akrabnya—menjelaskan, jika besaran biaya gali kubur kadang memberatkan masyarakat. “Nanti Raperda baru akan mengatur tentang retribusi, izin, serta tukang gali kubur. Rencananya, tukang gali kubur akan dijadikan non ASN, sehingga tidak ada lagi biaya gali kubur, karena sudah mendapatkan gaji,” jelasnya.
Dikatakan, saat ini Pemkot Semarang memiliki 17 Tempat Pemakaman Umum (TPU). Yakni, TPU Bergota 30 hektare (2 hektare dikelola pemkot), TPU Kedungmundu China/Sendangguwo (0,5 hektare), TPU Kedungmundu Kristen I (2,5 hektare), TPU Kedungmundu Umum atau Veteran (2,0 hektare), dan TPU Banyumanik atau Trunojoyo (2,5 hektare).
Selain itu, TPU Tawangngaglik (1,5 hektare), TPU Sompok atau Kesambi (1,5 hektare), TPU Kembang Arum (2,0 hektare), TPU Pedurungan Lor (0,61 hektare), TPU Sendangmulyo (1,97 hektare), TPU Banjardowo (1,27 hektare), dan TPU Jatisari BSB (13 hektare). “Untuk TPU Bergota, TPU Trunojoyo, dan TPU Sompok telah mengalami overload,” katanya. (cr1/mha/akm/den/aro)