RADARSEMARANG.ID, KEHIDUPAN manusia tidak akan lepas dari orang lain, karena manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia yang lainnya. Dalam kehidupan sosial, manusia memerlukan komunikasi. Di dalam berkomunikasi, peserta didik sering menggunakan bahasa gaul, bahasa Indonesia tidak baku, dan bahkan mencampurkan dengan bahasa asing. Fenomena ini ternyata sudah menggejala pada peserta didik di SMAN 1 Dukun, inilah yang penulis sebut sebagai āPemakzulanā kata dalam ragam tutur bahasa Indonesia.
Makzul dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berhenti memegang jabatan atau turun takhta (https://kbbi.web.id/makzul.html). Apabila dikaitkan dengan fenomena ini, penulis mengartikan pemakzulan kata dalam bahasa Indonesia adalah proses atau perbuatan yang sengaja atau tidak disengaja menurunkan kredibilitas atau kualitas penggunaan bahasa Indonesia dari struktur yang baik dan benar. Hal ini dipicu oleh penggunaan kata asing yang disisipkan ke dalam kalimat pada saat berkomunikasi.
Peserta didik menganggap bahwa dia sudah akrab dengan bapak ibu guru terutama guru yang masih muda. Misalnya dalam kasus penggunaan bahasa gaul, peserta didik menyapa seorang guru dengan āHalo Pak Bro bagaimana kabar Sampeyan hari ini?ā atau āAlah Bu, gitu ajha, nggak usah pakek tugas ya Bu?ā atau āCcieee … Pak Ari sekarang kepo ya?ā atau āBu, nanti ciuus jadi ulangan?ā atau juga dengan teman sebaya āIdih, kamu sekarang pokil amat sih?ā. Begitu juga dalam penggunaan bahasa Indonesia yang tidak resmi, mencampurkan dengan bahasa asing. āMaaf Pak, kayaknya kalimat itu salah dehā atau āMaaf Pak, nanti sore saya mau sowan ke rumah Bapakā atau āMaaf, nuwun sewu Bu, sebaiknya Ibu berbicara sekarang dehā atau āOke Pak Ari, makacihā.
Dari hasil interaksi dan mendengar komunikasi dari peserta didik perihal penggunaan kata yang tidak pas itu, penulis berasumsi bahwa penggunaan bahasa Indonesia resmi semakin lama akan terkikis bahkan hilang dan akan tergantikan dengan istilah bahasa gaul atau percampuran banyak bahasa. Hal ini yang penulis sebut āPemakzulanā kata dalam bahasa Indonesia. Kalimat yang sudah tersusun rapi, resmi, dan terstruktur akan mengalami penurunan kualitas (makzul).
Oleh karena itu, penulis selaku guru Bahasa Indonesia menganggap sangat perlu untuk mengadakan treatment (bimbingan) terhadap peserta didik, baik secara individu maupun secara klasikal. Penulis mengadakan kesepakatan dengan peserta didik. Selama satu jam pelajaran, semua wajib menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Apabila ada yang melanggar, maka peserta didik didenda Rp500,00 sedangkan guru didenda Rp1000,00 dan tentu saja semua harus konsekuen. Apabila uang dendanya terkumpul, maka untuk pendapatan kas kelas. Tidak harus dalam bentuk denda uang, bisa juga berupa denda tugas, misalnya menyapu lantai, membersihkan kotoran pada kaca jendela, membuang sampah, dan denda lain yang mendidik. Guru harus pandai-pandai memotivasi peserta didik agar proses belajarnya tetap berjalan dengan hidup dan efektif. Metode permainan bahasa seperti ini penulis lakukan kurang lebih dua bulan (16 jam pelajaran) dan hasilnya cukup signifikan. Sekarang, peserta didik setiap berbicara dengan teman, guru, atau pegawai tata usaha ternyata diksinya (pilihan kata) menjadi baik dan benar. Itulah salah satu contoh yang penulis lakukan untuk tetap menjaga kelayakan atau kualitas penggunaan bahasa Indonesia yang benar.
Akhirnya, penulis menyimpulkan bahwa melalui permainan bahasa ini peserta didik merasa lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas berbahasa Indonesia yang benar. Peserta didik akhirnya mampu dan optimis mengekspresikan dirinya melalui komunikasi secara lisan. (agu1/zal)
Guru SMAN 1 Dukun, Kab Magelang