BALAI KOTA – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menginstruksikan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPKAD) Yudi Mardiana mengusut tuntas kasus raibnya kas daerah (kasda) sebesar Rp 22 miliar. Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dianggap pihak yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Dugaan yang berkembang, adanya permainan oknum dalam BTPN. Hal itu diperkuat dengan pihak BTPN yang melaporkan mantan pegawainya sendiri ke Polda Jateng.
”Kita justru yang menjadi korban. Dalam penyimpanan uang di BTPN, setiap bulannya ada penjelasan dari bank berupa rekening koran, termasuk bilyet depositonya (bukti kepemilikan yang diberikan oleh bank, Red) juga komplet,” kata wali kota, kemarin (19/3).
Kasda senilai Rp 22 miliar baru diketahui hilang pada awal 2015. Ketika pimpinan-pimpinan bank yang ditunjuk pemkot sebagai tempat menyimpan kasda diundang untuk perpanjangan MoU. Dari tujuh bank, hanya BTPN yang tidak hadir.
”Sehingga dari DPKAD menemui pimpinan BTPN. Dari situ diketahui ada sebuah selisih data yang cukup fantastis. Uang kas tidak ada di angka Rp 22 miliar. Padahal jelas, pada akhir tahun masih menerima bunga bank dan rekening koran. Bahkan bilyetnya masih di angka Rp 22 miliar. Jadi dalam hal ini kita (pemkot) adalah korban,” terangnya.
Hendi –sapaan akrab wali kota— menginstruksikan Yudi Mardiana selaku pemegang kasda mengusut tuntas hal tersebut. Termasuk melaporkan ke kepolisian. ”Kita serahkan ke kepolisian, bagaimana cara uang rakyat itu bisa kembali ke kasda. Saya minta kawan-kawan DPKAD untuk segera mengusut tuntas. Termasuk melaporkan ke kepolisian atau menuntut secara perdata. Uang yang selama ini kita simpan di bank tersebut, tapi kenapa pada suatu titik itu tidak ada. Kita pengin BTPN bertanggung jawab atas hal tersebut,” tegas Hendi.
Wali kota pun mempersilakan pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini. ”Sebagai wali kota, saya juga minta seluruh pegawai pemkot untuk memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada polisi,” harapnya.
Hendi menegaskan, sikapnya proaktif untuk membongkar hilangnya uang milik rakyat tersebut. ”Saat mendengar kasus hilangnya kasus ini, saya sempat marah kepada sejumlah pegawai. Kalau memang perlu ada yang diproses hukum dari pegawai pemkot, saya persilakan aparat berwenang untuk memprosesnya,” tegas Hendi.
Sementara itu, DPRD Kota Semarang dalam waktu dekat juga akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait raibnya uang Rp 22 miliar milik pemkot.
Ketua DPRD Kota Semarang, Supriyadi, menyatakan, pihaknya sudah menggelar rapat pimpinan dewan, dan sepakat membentuk pansus. ”Uang itu merupakan milik rakyat. DPRD berhak menanyakan bagaimana kronologinya dan mengklarifikasi kepada Pemkot Semarang,” kata Supriyadi.
Wakil Ketua DPRD Agung Budi Margono juga mengatakan, hingga saat ini belum ada pemberitahuan secara resmi dari pemkot terkait hilangnya uang kas daerah.
”Selama ini yang ada di laporan hanya pendapatan bunga dan neraca keuangan saja, sedangkan adanya deposito sebanyak itu tidak pernah dilaporkan ke dewan secara terperinci,” ungkapnya.
Corporate Communications Head BTPN, Eny Yuliati, dalam rilis yang dikirim ke Jawa Pos menyatakan, terkait dana Rp 22 miliar yang diklaim oleh Pemkot Semarang disimpan di BTPN, pihak bank telah melakukan independen audit investigasi secara internal. Berdasarkan hasil investigasi tersebut, kata dia, di dalam pencatatan bank tidak terdapat dana tersebut. “Sehubungan dengan dokumen deposito terkait dana tersebut yang dipegang oleh Pemkot Semarang, BTPN tidak pernah mengeluarkan dokumen tersebut,” kata Eny Yuliati.
Untuk menuntaskan kasus tersebut, lanjut dia, BTPN telah melaporkan ke Polda Jateng pada Januari 2015. “BTPN menghormati dan mendukung penuh proses hukum yang saat ini sedang berjalan di Polda Jateng, dan akan bekerja sama mendukung upaya penegak hukum untuk menyelesaikan masalah ini sampai tuntas,”tandasnya.
Dikatakan, sebagai bank nasional yang memiliki reputasi panjang di industri perbankan, BTPN selalu menjalankan standar prosedur operasi dengan prinsip kehati-hatian (prudent). “Hal itu kami lakukan untuk memastikan bahwa seluruh proses transaksi keuangan yang berjalan di BTPN memberikan perlindungan dan rasa aman kepada seluruh nasabah kami,” ujarnya.
Terpisah, Pakar ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Prof Purbayu Budi Santosa mengatakan, kasus raibnya deposito Pemkot Semarang senilai Rp 22 miliar di BTPN menambah daftar panjang adanya fenomena kasus pembobolan bank.
”Polisi harus cari, dan tangkap siapa pelakunya. Itu uang rakyat. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) harus turun tangan. Ini fenomena pembobolan bank. Kalau serius ya mudah dicari siapa yang mengambil. Uangnya ke mana, untuk apa, siapa yang menyuruh. Pengambilan kayak gitu pasti ada yang menyuruh,” kata Prof Purbayu dihubungi Jawa Pos Radar Semarang, Kamis (19/3).
Untuk mengetahui hal tersebut, kata dia, polisi bisa mengecek data-data melalui prosedur yang ditentukan. Termasuk bisa dicari melalui data-data di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
”Kejadian seperti ini patut diduga melibatkan orang dalam di lingkup kedua belah pihak (pemkot dan BTPN, Red). Apalagi nominalnya segitu besar (Rp 22 miliar),” ungkapnya.
Dikatakannya, OJK tidak boleh tinggal diam. Sebab, belakangan ini saja kasus pembobolan bank masih sering terjadi. Artinya, ini bisa jadi ada yang salah dengan standar operasional prosedur (SOP) yang digunakan di masing-masing bank.
”SOP setiap bank sendiri bisa mempunyai aturan berbeda-beda. Itu bisa dilihat dari beberapa kasus yang terjadi belakangan. Di Bank Mandiri beberapa waktu lalu misalnya,” kata Prof Purbayu.
OJK harus tegas membuat standar ataupun aturan-aturan terkait penarikan uang nasabah. ”OJK yang mengatur bagaimana syarat-syarat pengambilan uang, siapa yang boleh mengambil, termasuk batas maksimal pengambilan. Sejauh ini aturan masing-masing bank berbeda. Ini jelas penting. Kalau masyarakat sudah muncul ketidakpercayaan terhadap bank kan malah repot. Kenapa uang yang disimpan di dalam bank bisa hilang?” ujarnya.
Pihak bank juga harus kembali menata sistem yang digunakan. Mereka juga harus memperbarui dan memperketat pelaksanaan standar operasional prosedur yang digunakan. ”Saya melihat, secara umum memang sudah baik. Namun ini membuktikan bahwa bank masih memiliki kelemahan. Makanya harus dibenahi,” tandasnya.
Seperti diberitakan Jawa Pos Radar Semarang sebelumnya, raibnya uang deposito milik Pemkot Semarang senilai Rp 22 miliar di rekening Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Jalan Pandanaran Semarang menjadi perhatian serius aparat kepolisian. Hingga saat ini, kepolisian masih menunggu hasil penyelidikan atas dugaan raibnya uang kas daerah (kasda) yang disimpan di bank sejak 2007 silam itu. Ada dua laporan dalam kasus ini. Pihak Pemkot Semarang melapor kasus raibnya deposito kasda tersebut ke Polrestabes Semarang. Sedangkan pihak BTPN melaporkan seorang oknum mantan pegawai yang diduga terlibat dalam kasus ini. Sehingga bisa dimungkinkan dari dua laporan tersebut ditemukan dua tindak pidana berbeda dalam kasus yang sama. (zal/amu/aro/ce1)